Polemik baru di dunia persilatan esports Indonesia hadir setelah Asosiasi Esports Indonesia (IESPA) melakukan pemotongan bonus dari apa yang didapat tim esports yang sukses mendulang medali di SEA Games 2019.

Hal ini pertama kali mencuat setelah salah satu konten kreator gaming Arena of Valor, Mikael Antony, mengunggah Story di akun Instagram-nya dengan mengatakan bahwa IESPA menjadi sumber kegagalan esport Indonesia di SEA Games 2019 karena para pengurusnya mengincar uang, bukan prestasi.

Gelombang penolakan dari berbagai pihak pun terus berdatangan hingga membuat Ketua Umum IESPA, Eddy Lim, memberikan penjelasan secara langsung kepada media mengenai seperti apa duduk permasalahan sebenarnya yang tidak diketahui oleh banyak pihak.

Dalam pertemuan tersebut, Eddy Lim secara terang-terangan mengakui bahwa IESPA melakukan pemotongan bonus dari apresiasi yang diberikan pemerintah kepada tim Mobile Legends dan Arena of Valor Indonesia yang meraih medali perak, masing-masing sebesar Rp750 juta alias total Rp1,5 miliar.

Dari total bonus tersebut, Eddy Lim mengatakan bahwa IESPA melakukan pemotongan sebesar 25 persen atau sebesar Rp375 juta, yang dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan dengan semua atlet esports yang akan berlaga di SEA Games 2019 yang tertera di dalam kontrak.



Pada kesempatan itu melalui asistenya, Eddy Lim pun memperlihatkan foto dari salah satu kontrak yang ditandatangani oleh salah satu atlet Mobile Legends Indonesia, Teguh Iman “Psychoo” Firdaus, tertanggal 27 September 2019, sebagai contoh.

“Kontrak tersebut ditandatangani oleh para pemain sebelum tampil di SEA Games 2019, tanpa adanya paksaan atau ancaman apa pun. Jika tidak setuju, mereka pun berhak untuk tidak menandatanganinya,” ucap Eddy Lim.

Bahkan, Eddy Lim juga menjelaskan bahwa hal ini sebenarnya berlaku untuk para pelatih dari enam nomor yang diikuti Indonesia di cabang esports pada SEA Games 2019. Namun karena ada kesalahan dari pihak administrasi membuat hanya para pemain yang melakukan penandatanganan.

“Ini kesalahan dari administasi kami. Sudah dikasih tahu bahwa semua akan dipotong, tetapi ternyata saat itu yang tanda tangan hanya atlet, pelatih tidak. Karena mereka tidak tanda tangan, maka kami pun tidak berhak untuk meminta,” tutur Eddy Lim.

Artinya, kesepakatan pemotongan ini memang sudah dilakukan IESPA jauh-jauh hari dan terjadi karena adanya kesediaan dari para pemain untuk ikut mendukung perkembangan esports Indonesia dan berkontribusi agar asosiasi bisa terus bergerak, karena selama ini hanya mengandalkan kemampuan finansial Eddy Lim sebagai ketua dan salah satu pendiri.

Eddy Lim juga menolak anggapan yang mengatakan bahwa pemotongan tersebut dilakukan setelah bonus telah diberikan oleh pemerintah.

“Tidak benar bahwa setelah mereka terima bonus atau ketika tahu mereka menang, baru dikasih tahu untuk dipotong,” tutur Eddy.

“Mengapa sejak penandatanganan kesepakatan tersebut tidak ada masalah dan lancar-lancar saja, tetapi baru-baru ini malah dipermasalahkan?” Katanya.

BACA JUGADistribusi medali SEA Games 2019 dari cabang esports – Tuan rumah mendominasi